Minggu, 22 November 2015

Arti Kehidupan


Greetings from the One Infinite Creator, Most Gracious, Most Merciful.

Prasangka yang baik kepada Sang Maha Pencipta adalah Sumber  Ketenangan-kedamaian

May peace be always with us,


Prasangka yang baik adalah sumber kedamaian atau bisa disebut  sebaliknya prasangka buruk adalah sumber ketidak-tenangan. Akar dari  chaos adalah prasangka buruk, ketakutan-ketakutan, keterbatasan.

Katakanlah kita seorang diri di dunia ini namun mempunyai kemampuan yang luar biasa, mampu menciptakan mahluk yang seperti kita ini dalam  sekejab saja. Kalau kita menginginkan seorang teman tentunya langsung  kita ciptakan yang seperti kita dalam sekejab. Tentunya tidak perlu  kita ciptakan calon teman kita berupa seekor amuba yang bersel satu  lalu menunggu berjuta-juta tahun berevolusi menjadi manusia seperti  kita, lalu kalau dia mempunyai kesamaan dengan kita baru kita  berteman. Sebab kita mampu menciptakan teman kita dalam sekejab  menurut bayangan kita sendiri.

Namun kenapa sebagian dari kita menaruh prasangka yang tidak baik/logis terhadap Tuhan Maha Pencipta yang Maha Pemurah, yang senantiasa  memberi kecintaan tanpa pamrih. Jawaban singkatnya adalah karena keterbatasan kita sendiri. Kita berprasangka bahwa Tuhan baru mau  dekat dengan kita kalau kita memenuhi keinginan-keinginanNya, dengan  kata lain sangat punya pamrih atau sangat conditional. Setelah saya mengenalNya kembali lebih dekat, lebih menyatu, ternyata prasangka  kita salah, ternyata yang ada pada Dirinya hanyalah kecintaan tanpa  pamrih, Ar-Rahman.

Ingatlah waktu dulu kita semua diciptakan Nya pada kali pertama, kita  semua mempunyai kemampuan yang tak berhingga, tak berbatas seperti  bayangan Sang Maha Pencita sendiri, dan senantiasa menyatu denganNya,  tidak pernah kita terpisah dariNya sekejabpun, tidak ada ruang tidak  ada waktu, yang ada hanya Kesatuan dalam Keabadian.

Namun kenapa sekarang kita semua berada dalam Alam Keterbatasan ini?  Rupa-rupanya ini adalah rencana kita semua dan rencana Tuhan juga,  ingat waktu itu tidak ada keterpisahan antara kita dengan Dia.  Rencana Dia adalah rencana kita, rencana kita adalah rencanaNya –  tidak ada keterpisahan. Tapi saya lebih cenderung hal ini adalah  inisiatif kita, untuk memberikan sesuatu kepadaNya, sebagai ungkapan  kasih sayang, kecintaan, terima kasih kita kepadaNya. Pada saat kita  hidup dalam Alam Ketiadaan dari Batas, kita ingin mengetahui lebih  jauh apa arti dari keterbatasan dan sekaligus akan lebih mengerti apa  arti Ketiadaan dari Batas. Untuk itu kita (ingat tidak ada  keterpisahan antara kita dengan Dia pada saat itu) ciptakan ruang-waktu dan Alam-alam yang terbatas ini lalu kita semua “turun” ke alam  ini serta melepaskan semua atribut-atribut ke tak-berhingga kita.  Kita sendiri yang memberi tirai-tirai yang menutupi Jati Diri kita sebenarnya. Kesemua itu kita lakukan untuk mengerti dan mengalami apa arti keterbatasan dan selanjutnya mempersembahkan pengalaman ini  kepada Dia yang Satu yang sama-sama kita cintai. Pengalaman ini juga kita persembahkan kepada sesama kita, karena sesungguhnya semua itu  Satu adanya.

Kita ciptakan hirarki supaya kita mengerti apa arti Inferioritas dan  apa arti Superioritas, singkatnya untuk mengerti dengan menjalani  sendiri apa arti Dualitas, karena di Alam Ketakberhinggaan yang ada  hanya Kesatuan (Unity), tidak ada keterpisahan – tidak ada dualitas.  Kita (ingat pada saat itu tidak ada keterpisahan antara kita dengan  Dia) ciptakan Tujuh Lapis Langit Kesadaran :
Langit Pertama –  Kesadaran Mineral/Batu-batuan; 
Langit Kedua  – Kesadaran Tumbuh-tumbuhan/Hewan; 
Langit Ketiga  – Kesadaran Manusia yang dapat menentukan baik-buruk menurut presepsi masing-masing; Langit Keempat - Kesadaran akan Kecintaan, relatif sebentar lagi Bumi akan naik  ketingkatan ini; 
Langit Kelima – Kesadaran akan Kebijaksanaan (wisdom), seluk beluk Alam Raya akan terbuka ditingkatan ini; 
Langit  Keenam - Kesadaran akan Kesatuan (unity), dipertengahan alam ini  kembali tidak ada lagi dualitas; Langit Ketujuh – Kesadaran akan  Ketakberhinggaan, kembali ke alam Keillahian, awal dari suatu babak  baru yang tak terbayangkan. Kita ciptakan aturan-aturan / ketentuan-ketentuan / hukum-hukum di setiap alam, kita sendiri yang mengatur  dan menetapkan tata cara kenaikan jenjang tingkat kesadaran. 
Sekali  lagi ingat pada saat itu tidak ada keterpisahan antara kita dengan  Dia, karena sesungguhnya semua itu Satu adanya.

Kalau diibaratkan kita semua bagaikan anak-anak seorang Raja yang tinggal disebuah istana (Alam Ketakberhinggaan) yang sangat  megah dan serba berkecukupan. Suatu ketika kita semua ingin merasakan bagaimana rasanya hidup ditengah hutan (Alam Keterbatasan). Kita  tinggalkan istana, kamar-kamar mewah, dayang-dayang dan masuk  berkelana ke dalam hutan dengan perlengkapan-perlengkapan yang  seminim mungkin. Setelah puas berkelana kita semua kembali ke istana  dan menceritakan semua pengalaman yang menakjubkan di dalam hutan  kepada sang Raja. Kesulitan-kesulitan yang dialami justru menjadi  kenangan yang indah. Makin unik perjalanan kita masing-masing di  dalam hutan makin kaya pula pengalaman kita semua. Kalau semua pulang  membawa cerita yang sama tentu agak membosankan bukan? Namun ada pula saudara-saudara kita yang jauh tersesat di dalam hutan dan mulai  berputus asa dalam mencari jalan kembali ke istana dan berteriak-teriak (Berdoa) mencari dan meminta bantuan saudara-saudaranya yang  lain. Untuk hal ini bagi kita yang sudah melihat jalan kembali ke  istana dan bisa mendengar teriakan-teriakan mereka tentunya akan  berusaha mencari dan membantu mereka walau dengan risiko ikut  tersesat, justru cerita mereka yang tersesat inilah yang nantinya  paling menarik. Disisi lain ada pula saudara-saudara kita yang sebenarnya sudah jauh masuk ke dalam hutan dan sepertinya sulit  kembali namun mereka menikmati saja petualangan mereka, jadi kita  biarkan saja mereka berkelana nanti toh kalau sudah bosan mereka akan  mencari jalan kembali ke istana dan kita akan dengar pengalaman  mereka yang pasti juga menarik.

Itulah sebabnya para Nabi, para Avatar yang umumnya sudah berada di  Langit Keenam bahkan beberapa sudah berada di Langit Ketujuh, turun  kembali ke Langit Ketiga ini untuk membantu saudara-saudaranya mencari jalan kembali kepada yang Satu. Mereka memenuhi panggilan-panggilan (doa) saudara-saudara mereka dengan penuh kecintaan tanpa  pamrih, sama seperti mereka yang dahulupun juga dibantu oleh para 
Nabi/Avatar. Walau para Nabi/Avatar harus menghentikan kehidupan  mereka yang sangat nyaman di alam di atas sana dan dengan risiko ikut  tersesat karena tidak bisa melihat dengan jelas terhalang oleh tirai-tirai yang tidak berhasil disingkap di alam ini. Sekali mereka  berhasil menyingkap tirai-tirai tersebut mereka dapat melihat dan  mengenali kembali jalan menuju kepada yang Satu karena mereka telah  melaluinya dahulu. (Pengorbanan inilah yang sebenarnya yang  dirayakan / diingat setiap Idul Adha).

Di alam keterbatasan ini barulah kita dapat mengenal ke 98 nama-nama  Tuhan lainnya karena di alam ketakberhinggaan yang terlihat hanya  sifat Ar-Rahman Nya yang tak berbatas. Di alam ini kita mengenali  inferioritas dengan menjadi hamba-hamba Nya yang terbatas, mengenali  superioritas dengan menjadi wakil-wakil Nya yang serba berkecukupan  dibanding dengan sesama kita tentunya. Kita merasa merugi kalau  membandingkannya dengan mereka yang lebih beruntung. Kita merasa  hebat kalau kita membandingkannya dengan mereka yang berkekurangan.  Setelah kita puas dengan perasaan-perasaan tersebut, pengalaman  dualitas, barulah kita dapat menempuh jalan kembali ke Alam yang Satu.

Semoga dengan kesadaran ini kita senantiasa dapat berprasangka baik  terhadap semua, karena semua ini diawali dengan niat yang mulia.  Penciptaan Alam Raya ini di awali dengan niat yang baik oleh karena  itu pada akhirnya semua ini akan berkesudahan dengan yang baik pula.  Prasangka yang baik kepada semua adalah pondasi kedamaian yang paling  kuat. “Aku ini menurut prasangka hamba-hamba Ku, oleh karena itu 
berprasangka baiklah kepada Ku”. Satu-satunya cara untuk menyebarkan  kedamaian adalah dengan menanamkan dahulu kedamaian dalam hati kita  masing-masing. Semuanya itu adalah Satu adanya. “Kemanapun kita  memandang yang ada hanya Wajah-wajah kecantikan Mu Allah”. 
Semoga  senantiasa demikian. 
Amin

DS